Tujuan perubahan kurikulum salah satunya adanya perubahan pada aspek pengembangan afektif, kognitif dan psikomotorik. |
Untuk itu, pendidikan harus berfungsi untuk mewujudkan (mengembangkan) aneka macam potensi yang ada pada insan dalam konteks dimensi keberagaman, moralitas, individualitas/personalitas, sosialitas dan keberbudayaan secara menyeluruh dan terintegrasi.
Tujuan pendidikan tiap bangsa diwujudkan sesuai dengan ideologinya melalui perumusan tujuan pendidikan nasional. Perumusan pendidikan nasional ini menjadi sebuah kurikulum nasional yang memperlihatkan pedoman dan arah bagi pelaku pendidikan. Sejak berdirinya bangsa Indonesia hingga sekarang telah terjadi enam kali perubahan kurikulum semua tentu mengacu pada tujuan bangsa Indonesia untuk membuat masyarakat yang madani.
Bergulirnya kurikulum 2013 menuai pro dan kontra. Disana-sini muncul komentar-komentar yang beragam. Komentar semakin bertambah carut marut dengan munculnya perkara operasi bilangan (perkalian) pada media jejaring sosial yang berdampak pada siapa yang pantas dipersalahkan. Beberapa komentar menyalahkan guru sebagai pelaku kurikulum, bahkan tidak tanggung-tanggung menyalahkan kurikulum 2013. Kondisi ibarat ini seyogyanya tidak terjadi jikalau kita mau benar-benar memahami atau mau memahami arti perubahan itu sendiri. Setiap perubahan tentu berakar pada tujuan yang akan kita capai
Tujuan perubahan kurikulum salah satunya adanya perubahan pada aspek pengembangan afektif, kognitif dan psikomotorik. Aspek ini berafiliasi erat dengan proses pembelajaran guru di lapangan. Sejak kurikulum pertama hingga kurikulum 13 aspek pengembangan ini tidak pernah berubah yaitu mencakup ranah afektif, kognitif dan psikomotorik. Pencapaian perubahan tersebut dalakukan dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dari waktu ke waktu dilakukan untuk mencapai tujuan pembelajaran dikala itu. Tujuan pembelajaran sebelum kurikulum 2013 banyak mengarah pada kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif dianggap sebagai satu tolok ukur keberhasilan siswa dalam menuntaskan proses pembelajaran. Hal ini ditandai dengan mumculnya siswa mencapai nilai 10 pada UN tanpa kita ketahui bagaimana proses siswa menjawab soal-soal yang diujikan.
Sedangkan pada kurikulum 2013 sepertinya keberhasilan siswa diukur dengan aneka macam aspek pengembangan yaitu lebih mengedepankan keseimbangan aspek sikap, kognitif dan psikomotorik menuju siswa yang produktif, kreatif dan inovatif (Nuh).
Implementasi proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 memberi nuansa yang berbeda bagi guru. Hal ini dibuktikan dengan peluncuran buku guru dan buku siswa secara nasional sehingga minimal yang dilakukan guru sama dari Sabang hingga Merauke yang nota bene dalam proses pembelajaran memakai pendekatan saintifik.. Keadaan inipun lagi-lagi menjadikan gejolak sehingga menjadikan kesan yang salah terhadap kurikulum.
*) Ditulis oleh Sumiatun, Guru SD Muhammadiyah 9 Malang
Advertisement